Asal Nama Karangasem
Beberapa
catatan yang memuat asal-muasal nama karangasem adalah seperti yang
diungkapkan dalam Prasasti Sading C yang terdapat di Geria Mandara, Munggu, Badung. Lebih lanjut diungkapkan
bahwa Gunung Lempuyang di timur laut Amlapura, pada
mulanya bernama Adri Karang yang berarti Gunung Karang.
Pada
prasasti tersebut diceritakan, bahwa pada tahun 1072 Saka, tanggal 12
bulan separo terang, Wuku Julungwangi di bulan Cetra, Bathara Guru
menitahkan salah satu puteranya Sri Maharaja Jayasakti atau Hyang Agnijaya
untuk turun ke Bali.
Tugas yang diemban seperti dikutip dalam prasasti berbunyi ”...gumawyeana
Dharma rikang Adri Karang maka kerahayuan ing Jagat Bangsul...”, yang
artinya ”datang ke Adri Karang membuat Pura (Dharma) untuk memberikan
keselamatan lahir-batin bagi Pulau Dewata”. Hyang Agnijaya diceritakan datang
bersama dengan saudara-saudaranya yaitu Sambhu, Brahma, Indra, dan Wisnu di
Adri Karang (Gunung Lempuyang di sebelah timur laut kota Amlapura).
Gunung Lempuyang dipilih Bathara Guru sebagai tempat untuk menyebarkan
kasih-Nya bagi keselamatan umat manusia.Dalam penelitian sejarah keberadaan
pura, Lempuyang dihubungkan dengan kata lampu yang artinya
terpilih, dan Hyang yang berarti Tuhan (Bathara Guru, Hyang
Parameswara). Di Adri Karang inilah Hyang Agnijaya membuat Pura Lempuyang Luhur
sebagai tempat bersemadi (Karang Semadi). Lambat laun nama Karang
Semadi ini berubah menjadi Karangasem[1].
Daftar
Raja-Raja Karangasem
Anak
Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem saat berada di Balai Maskerdam, bangunan
utama Puri Agung Karangasem, tahun 1949.
·
Gusti Nyoman Karang (1600)[2]
·
Anglurah Ketut Karang
·
Anglurah Nengah Karangasem
·
Anglurah Ketut Karangasem (1691-1692)
·
Anglurah Made Karang
·
Gusti Wayahan Karangasem (w. 1730)
·
Anglurah Made Karangasem Sakti alias Bagawan Atapa Rare
(1730-1775)
·
Gusti Gede Ngurah Karangasem (1775–1806)
·
Gusti Gede Ngurah Lanang (periode pertama, 1806–1822)
·
Gusti Gede Ngurah Pahang (1822)
·
Gusti Gede Ngurah Lanang (periode ke dua, 1822-1828)
·
Gusti Bagus Karang (1828–1838)
·
Gusti Gede Ngurah Karangasem (1838–1849)
·
Gusti Made Jungutan alias Gusti Made Karangasem (1849-1850)
·
Gusti Gede Putu (sebagai penguasa bawahan, 1850-1893)
·
Gusti Gede Oka (sebagai penguasa bawahan, 1850-1890)
·
Gusti Gede Jelantik (1890–1908)
·
Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem (1908-1967)
·
Anak Agung Agung Made Jelantik (sebagai kepala keluarga besar
Puri Agung Karangasem, 1967-2007)[8]
·
Anak Agung Agung Gede Putra Agung (sebagai kepala keluarga besar
Puri Agung Karangasem, 2009-Sekarang)[9]
Setelah masuknya Belanda, membawa pengaruh pula dalam hal birokrasi
pemerintahan. Pada tahun 1906 di Bali terdapat
tiga macam bentuk pemerintahan yaitu:
·
Rechtstreeks bestuurd gebied (pemerintahan
langsung) meliputi Buleleng, Jembrana, dan Lombok
·
Zelfbestuurend landschappen (pemerintahan
sendiri) ialah Badung, Tabanan, Klungkung, dan Bangli
·
Stedehouder (wakil pemerintah Belanda) ialah
Gianyar dan Karangasem
Demikianlah di Kerajaan Karangasem
berturut-turut yang menjadi Stedehouder (penguasa) yaitu I
Gusti Gede Jelantik pada tahun 1894-1908,
dan Stedehouder I Gusti Bagus Jelantik yang bergelar Anak
Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem (Dewata di Maskerdam) pada tahun 1908-1950[2], yang membawahi 21 Punggawa, yaitu Karangasem, Seraya, Bugbug, Ababi,
Abang, Culik, Kubu, Tianyar, Pesedahan, Manggis, Antiga, Ulakan, Bebandem[7]. Dengan Keputusan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda tertanggal 16 Desember 1921 No. 27 Stbl. No. 756 tahun 1921,
terhitung mulai tanggal 1 Januari 1922, Gouvernements
Lanschap Karangasem dihapuskan, dirubah menjadi daerah otonomi,
langsung di bawah Pemerintahan Hindia Belanda, terbentuklah Karangasem Raad yang
diketuai oleh Regent I Gusti Bagus Jelantik, sedangkan sebagai
Sekretaris dijabat oleh Controleur Karangasem.
Berdirinya Kerajaan Karangasem
Pada abad
ke-16 sampai abad ke-17, Karangasem berada di bawah kekuasaan Kerajaan Gelgel, dengan rajanya I Dewa
Karangamla yang berkedudukan di Selagumi (Balepunduk). I Dewa Karangamla
menikahi janda I Gusti Arya Batanjeruk, patih kerajaan yang melakukan
pemberontakan dan dibunuh di Desa Bungaya, dengan syarat bahwa setelah
pernikahan keduanya, kelak anak dari janda Batanjeruklah yang menjadi penguasa.
Syarat ini disetujui dan kemudian keluarga I Dewa Karangamla berpindah dari
Selagumi ke Batuaya. I Dewa Karangamla juga mempunyai putra dari istrinya yang
lain bernama I Dewa Gde Batuaya. Penyerahan kekuasaan kepada putra dari janda Batanjeruk
inilah menandai awal mula berdirinya Kerajaan Karangasem yang dipegang oleh
Dinasti Batanjeruk
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Karangasem
0 Komentar