BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa
Bali berdasarkan penuturnya (masyarakat Bali), berkedudukan sebagai bahsa Ibu.
Dalam kaitannya dengan kedudukannya sebagai bahasa Ibu, Bahasa Bali memiliki
peranan sebagai alat komunikasi dalam berbagai kehidupan, baik dalam situasi
resmi maupun situasi tidak resmi.
Bahasa
Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari
cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini
terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian
barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa.
Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang
disebut Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Yang halus dipergunakan untuk
bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita,
atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya
dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya,
sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya
kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali
terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa
Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupatenBanyuwangi. Selain itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas
Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali.
Misalkan sebagai contoh kata osing yang
berarti “tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali
dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa
.
Bahasa
dapat dipelajari dari berbagai segi dan telah dimanfaatkan oleh sSeorang ahli
ilmu jiwa (psycholog, psychiater) dapat mempergunakan bahasa untuk mempelajari
gejala jiwa seseorang. Seorang ahli ilmu kemasyarakatan (sosiolog) dapat pula
menyelidiki tingkah laku social seseorang untuk mengetahui hubungan individu
yang bersangkutan dengan masyarakat atau lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Ilmu lain, selain ilmu bahasa (linguistics) yang mempelajari bahasa akan
memanfaatkanhasil penelitiannya demi membantu atau melengkapi tujuan penelitian
yang sesungguhnya, bukan untuk kepentingan bahasa itu sendiri. Hanya ilmu
bahasa (linguistics) yang mempelajari ilmu bahasa demi kepentingan pengetahuan
bahasa itu sendiri. Hasil penelitian ilmiah ilmu bahasa itu, kemudian dapat
dipakai dasaruntuk penyusunan tatabahasa (grammer). Dengan kata lain, tata
bahasa selalu mendasarkan dirinya pada hasil penelitian ilmiah ilmu bahasa.
Ilmu bahasa ada bermacam-macam alirannya, seperti Ilmu Bahasa
Tradisional, Struktural, Generative, Transformasi, General Semantik. Oleh
karenanya tatabahasa yang “dilahirkan” pun dapat bermacam-macam sesuai dengan
“induk” ilmu bahasa yang mendasari atau melahirkan. Jadi, ada tatabahasa
tradisional, tatabahasa struktural, tatabahasa ilmiah, tatabahasa normative
(paedagogis), tatabahasa presfaktif, tatabahasa historis, tatabahasa
deskriptif, dan lain – lain
1.1 Rumusan
Masalah
Bagaimanakah Fonologi
Basasa Bali tersebut?
1.2 Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui
mengenai Fonologi Bahasa Bali
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Tatabahasa
Dan Fonologi
Bahasa
adalah alat komunikasi berupa bunyi, tanda, syarat, atau lambang untuk
menyampaikan isi hati pada manusia, dari satu orang kepada orang lain. Bahasa
sebagai sasaran penelitian ilmu bahasa memiliki perangkat-perangkat : bunyi,
tata bentuk kata, kalimat, dan kosa kata. Setiap perangkat bahasa tersebut,
dapat digarap oleh ilmu masing-masing. Bunyi-bunyi bahasa dapat diselidiki oleh
ilmu bunyi (Fonologi). Bidang tata kalimat dipelajari oleh sintaksis,
dan bidang tata bentukkata dipelajari oleh ilmu bentuk kata (Morfologi). Sedangkan
bidang kosa kata diselidiki oleh laksikologi. Fonologi sebagai ilmu bunyi,
adalah bagian kecil dari tatabahasa, teteapi ada pula menganggap bahwa
Fonologidi luar tatabahasa.
2.2
Fonologi
Fonologi
yaitu bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bahasa
secara umum. Istilah fonologi berasal dari yunani yang terdiri atas
kata phoneyang berarti bunyi dan logos yang
berarti tatanan, kata, atau ilmu, disebut juga tata bunyi atau ilmu bunyi.
Istilah lain yang
berkaitan dengan Fonologi adalah :
a. Fona yaitu
bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti
b. Fonem yaitu
satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Untuk menghasilkan bnyi atau
Fonem ada 3 unsur penting yaitu :
· Udara.
· Articulator
atau bagian alat ucap yang bergerak, dan
· Titik
artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator
c. Konsonan yaitu
bunyi yang pada waktu pembentukannya udara keluar dari paru-paru sebagian
besar atau sepenuhnya mwndapat halangan. Halangan di sini maksudnya
terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi
articulator. Contoh fonem konsonan yaitu : p, b, m, w, n, t, d, s, r, l, c, j,
n,y, k, g, q, h.
d. Vokal yaitu
bunyi-bunyi bahasa yang pada waktu pembentukannya udara keluar dari paru-paru
sedikit atau sama sekali tidak mendapat halangan. Contoh fonem Vokkal adalah i,
e, a, e, u, dan o
Ilmu
bunyi (fonologi) sebagai bagian dari bahasa memiliki pembidangan yang lebih
kecil lagi, adapun bidang-bidangnya antara lain :
1. Artikulasi,
yaitu bidang yang mempelajari tentang alat (organ) yang menghasilkan bunyi
bahasa.
2. Fonetik,
yaitu yaitu bidang yang mempelajari tentang bunyi bahasa secara umum
3. Fonemik,
yaitu bidang yang mempelajari tentang bunyi bahasa secara fungsional saja, yang
telah dapat membedakan arti dengan bunyi lainnya. Dengan kata lain, fonemik
adalah ilmu yang mempelajari tentang fonem suatu bahasa. Sedangkan yang
dimaksud dengan fonem adalah kesatuan bunyi bahasa yang terkecil yang dapat
membedakan arti
2.3 Sistem Fonem Bahasa
Bali
2.3.1 Fonem Vokal
Vokal atau fonem vokal adalah bunyi-bunyi bahasa yang pada waktu pembentukannya
udara keluar dari paru-paru sedikit atau sama sekali tidak mendapat halangan.
Cara pembentukan fonem vokal ada 3 macam yatu :
1. Berdasarkan
naik turunnya lidah, ada fonem vokal atas, tengah, dan bawah
2. Berdasarkan
maju mundurnya lidah, ada fonem vokal depan, tengah, dan belakang
3. Berdasarkan
membundar tidaknya bibir, ada fonem vokal bundar dan tidak bundar
Dari dasar pembentukan
fonem vokal seperti itu, dalam bahasa Bali ada 6 buah fonem vokal, yaitu :
1. Fonem
vokal /i/, yang mempunyai ciri sebagai fonem atas, depan dan tidak
bundar.
2. Fonem
vokal /e/, yang mempunyai ciri sebagai fonem tengah, depan dan tidak
bundar.
3. Fonem
vokal /a/, yang mempunyai ciri sebagai fonem bawah, depan dan tidak bundar
4. Fonem
vokal /e/, yang mempunyai ciri sebagai fonem vokal tengah dan tidak bundar.
5. Fonem
vokal /u/, yang mempunyai ciri sebagai fonem vokal atas, belakang, bundar
6. Fonem
vokal /o/, yang mempunyai ciri sebagai fonem vokal tengah, belakang, dan bundar
Tiap-tiap fonem vokal,
memiliki distribusi sebagai berikut :
Fonem Vokal |
Awal |
Tengah |
Akhir |
i |
/Ikut/
“ekor” |
/Arit/ “sabit” |
/Bani/ “berani” |
e |
/Elah/
“longgar” |
/Gesges/ “garuk” |
/Bale/ “balai” |
a |
/Akah/ “akar” |
/Sasih/ “bulan” |
/Bapa/ “ayah” |
e |
/Engsap/
“lupa” |
/Sebet/ “duka” |
/Abe/ “bawa” |
u |
/Ubi/ “ubi” |
/Busung/ “janur” |
/Ayu/ “cantik” |
o |
/Orta/
“berita” |
/Raos/ “kata” |
/Bero/ “sumbang” |
Bahasa Bali, tidak memiliki diftong (diphthong). Kata-kata dalam Bahasa
Indonesia yang mengandung diftong, dalam Bahasa Bali tidak berdiftong,
contohnya
Bahasa Indonesia |
Bahasa Bali |
Kerbaw |
Kebo |
Ramay |
Rame |
2.3.2 Fonem Konsonan
Fonem
konsonan adalah bunyi yang pada waktu pembentukannya udara keluar dari
paru-paru sebagian besar atau sepenuhnya mwndapat halangan. Oleh karena
hambatan yang didapat oleh udara sepanjang perjalanannya keluardemikian besar
itu menyebabkan fonem konsonan berbeda sekali dengan fonem vokal. Letak
perbedaannya yaitu :
Ø Semua fonem vokal pada
Bahasa Bali selalu lebih nyaring daripada fonem konsonam.
Ø Semua fonem vokal pada
Bahasa Bali dapat menjadi suku kata dan selalu merupakan puncak sebuah suku
kata, sedangkan fonem konsonan tidak dapat berlaku seperti itu
Dasar pembentukan fonem
konsonan secara umum dibagi 3 macam, yaitu :
Ø Berdasarkan daerah
artikulasi,sehingga timbul pengertian adanya fonem konsonan : bilabial,
lobiodental, dental, palatal, velar, dan faringal;
Ø Berdasarkan bergetar
atau tidaknya selaput suara, sehingga timbul istilah fonem konsonan bersuara
dan tidak bersuara;
Ø Berdasakan halangan
yang terjadi dalam mulut, sehingga timbul istilah fonem konsonan letusan dan
geseran.
Ada 18 buah fonem
konsonan yaitu : p, b, m, w, n, t, d, s, r, l, c, j, n,y, k, g, q, h.
2.3.3 Gugus Konsonan
(Cluster)
Bahasa
Bali memiliki Gugus Konsonan yang dapat digolongkan menjadi 5 bagian, yaitu :
1. Gugus
Konsonan /l/
Konsonan yang dapat
begugus atau berkelompok dengan fonem konsonan lateral /l/ ini adalah konsonan
nasal dan selain fonem konsonan y, r, l, (w), h, gugus konsonan Bahasa Bali
dapat menduduki posisi awal dan tengah, tetapi tidak pada posisi akhir.
Contohnya :
Posisi Awal |
Posisi Tengah |
/Plekor/ “peluk” |
/potlot/ “pensil” |
/Tlapak / “telapak” |
/Gablag/ “bunyi benda yang dibanting dengan keras” |
2. Gugus
Konsonan /r/
Konsonan yang dapat
begugus atau berkelompok dengan fonem konsonan getar /r/ ini adalah konsonan
selain fonem nasal dan selain fonem konsonan y, r, l, (w), h. distribusinya juga
dapat menduduki posisi awal dan tengah, tetapi tidak pada posisi akhir.
Contohnya :
Posisi Awal |
Posisi Tengah |
/Brag/ “kurus” |
/Sukra/ “Hari Jumat |
/Kruna/ “kata” |
/Lugra/ “ampun” |
3. Gugus
Konsonan py, by, dy, ty, gy, ky
Hanya beberapa fonem
konsonan yang dapat membentuk gugus konsonan dengan /y/.
Contohnya :
/Krempyang/
“ bunyi piring pecah”
/kebyahkebyah/
“bersinar-sinar”
/dyah/ “nama
sepan wanita”
/bagya/
“bahagia”
/satya/ “setia”
/kyakkyak/
“bunyi anak ayam”
4. Gugus
Konsonan mp, mb, nd, nt, nc, qk,qg
Gugus konsonan ini
desebut pula gugus konsonan nasal yang sehomorgan (sealat).
Contoh :
/mpak/ “patah”
/mbok/ “kakak
perempuan”
/ndih/ “nyala”
/ntik/ “tumbuh”
/qkah/ “nafas
mulut”
/qgih/ “ya”
5. Gugus
Konsonan pw, bw, sw, tw, dw, kw, dw,
/pware/ “menyabahkan”
/bwe/ “samar, kabur”
/swe/ “lama”
/twe/ “tua”
/dwi/ “dua, dwi”
/kekwa/ “kura-kura”
/gwa/ “gua
Diantara
gugus konsonan yang disebutkan di atas, gugus konsonan /l/ dan /r/ yang paling
banyak terdapat, sedangkan yang lainnya sangat sulit atau jarang di temukan.
2.3.4 Asimilasi
Asimilasi
ada 2 macam yaitu Asimilasi Fonetis dan Asimilasi Fonemis. Pada kedua asimilasi
tersebut, dapat pula terjadi sifat asimilasi progresif , asimilasi resesif, dan
asimilasi resiprokal.. asimilasi fonetis sangat umum dalam semua bahasa (tetapi
dengan kaidah khas tiap-tiap bahasa), tetapi asimilasi fonemis sangat berbeda
antara bahasa-bahasa.
Perbedaan
antara asimilasi fonemis dengan asimilasi fonetis yaitu dapat dilihat di bawah
ini :
Bidang
Fonologi :
1. Fonemik
Ø Asimilasi fonemia =>
penyesuaian fonem dengan fonem lain
Ø Asimilasi variasi
olofonemis saja => tetapi dengan mempertahankan fonem lain
2. Fonetik
Ø Asimilasi fonetik =>
penyesuaian bunyi dengan bunyi lain
Asimilasi
fonetis adalah suatu perwujudan fonem pada tiap lingkungan karena pengaruh
bunyi lain,sedangkan asimilasi fonemis adalah perubahan suatu fonem
karena pengaruh bunyi di lingungannya menjadi fonem lain.
2.3.5 Umlaut
Akibat
proses morfemis, kadang-kadang terjadi perubahanvokal (modifikasi vocal), yang
sering disebut mutasi atau metafoni, atau istilah terkenal dalam bahasa
Jermannya yang lebih menjadi istilah internasional “umlaut”. Umlaut
didefinisikan sebagai perubahan vocal dalam suku kata menjadi lebih tinggi
karena pengaruh vocal atau semi vocal dalam suku kata yang langsung
mengikutinya. Vocal atau semivokal tersebut sering berjauhan dengan vocal yang
mendahuluinya, artinyan tidak mutlak kontigu (contiguous) dapat saja diskret
(discrete).
2.3.6 Netralisasi
Fungsi
fonem adalah membedakan makna. Dalam Bahasa Bali, fonem /e/
dan /a,/ jelas merupakan fonem yang berbeda, dapat dibuktikan dari beberapa
pasangan minimal. Akan tetapi, dalam posisi akhir dari fonem /e/
itu, bisa batal fungsi pembedanya dengan fonem /a,/, kalau kata yang mengandung
fonem /e/ pada posisi akhir mendapat sufiks [-ne].
Tiap
kata yang berakhir dengan fonem /e,/ bila mendapat sufiks [-ne],
maka /e/ itu akan berubah menjadi /a/. oleh karenanya, dalam penulisan,
gejala netralisasi (sebagai bagian dari gejala asimilasi) dapat dilihat dari
pemakaian arkifonem.
Contoh :
[bape]
[bapAne] “ayahnya”
[abe]
[abAne] “dibawa”
Dengan
kata lain, pembedaan kedudukan fonem /e/ dan /a/, pada posisi akhir
menjadi netral. Gejala ini disebut dengan netralisasi.
2.3.7 Dissimilasi
Gejala
dissimilasi, adalah kebalikan dari asimilasi. Dissimilasi tidak banyak terdapat
pada dalam bahasa Bali, malah boleh dikatakan sangat jarang. Gejala ini timbul
akibat saling pengaruh antara bunyi yang menimbulkan bunyi-bunyi yang mula-mula
sesuai, menjadi berlainan atau tidak sama
2.3.8 Variasi
Bebas
Variasi
bebas dimaksudkan adanya pertukaran dari fonem yang berbeda dalam sebuah kata
tanpa menimbulkan perubahan makna. Gejala variasi bebas ini dalam Bahasa Bali,
tidaklah begitu banyak adanya.
Contoh :
/sendok/ dengan
/sindok/
“sendok”
/kori/ dengan
/kuri/
“pintu”
Dalam
contoh di atas, ternyata vocal /i/ dapat bervariasi bebas dengan /e/, dan vocal
/u/ bervariasi bebas dengan /o/
2.3.9 Metathesis
Metathesis
adalah pertukaran tempat fonem dalam satu kata. Gejala Metathesis dalam Bahasa
Bali sedikit sekali terdapat. Sementara, hanya dapat diberikan contoh :
/rontal/ menjadi
/lontar/
“ pohon atau daun lontar”
/dril/ menjadi
/dlir/
“kain”
Dari
contoh di atas, fonem /l/ dan /r/ dapat bertukar tempat tanpa menimbulkan
perubahan arti.
2.3.10 Pola
Persukuan
Deeretan
fonem yang membentuk suku kata ataupun kata, dalam tiap bahasa tidaklah selalu
sama. Dalam Bahasa Bali, deretan fonem yang membentuk struktur baris ke samping
dalam suku kata, tidak begitu rumit, tetapi sederhana sekali. Struktur fonem
dalam Bahaa Bali, dalam persukuannya dapat di rumuskan dengan pola sebagai
berikut :
1. V
:
Artinya suku kata yang
terdiri atas satu v (vocal), contohnya :
I -
nguh
/inguh/
“gelisah”
Ma -
I
/mai/
“ke mari”
2. VK :
Artinya pola suku kata
yang terdiri atas V (vocal) dan K (konsonan). Contohnya :
In -
tip
/intip/
“intip”
Am –
pik
/ampik/
“serambai”
Dapat dilihat dengan
jelas, bahwa suku kata tertutup yang dimulai dengan vocal, pada umumnya ditutup
denan konsonan yang sehomorgan dengan konsonan berikutnya, kalau
posisinya pada suku kata awal, tetapi belum tentu demikian bila berada pada
posisi akhir.
3. KV :
Artinya pola suku kata
yang terdiri atas K (konsonan) dan V (vocal) . contohnya :
Ba -
wak
/bawak/
“pendek”
Ka -
uh
/kauh/
“barat”
4. KVK :
Artinya pola suku kata
yang terdiri atas K (konsonan), V (vocal) dan K (konsonan). Contoh :
Bang –
ka
/Bangka/
“mati” (untuk binatang)
Pang –
kung
/pangkung/
“jurang”
5. KKV :
Artinya pola suku kata
yang terdiri atas, K (konsonan), K (konsonan) dan V (vocal) contoh :
Pra –
gat
/pragat/
“selesai”
Ke –
kwa
/kekwa/
“kura-kura”
6. KKVK
:
Artinya pola suku kata
yang terdiri atas, K (konsonan), K (konsonan), V (vocal) dan K
(konsonan). Contohnya :
Kruk
/kruk/
“kikis”
Ngres
/ngres/
“kotor”
Suku kata dengan
pola struktur fonemis seperti No. 6, sedikit terdapat dalam Bahasa Bali, sedangkan
suku kata dengan pola struktur fonemis seperti No.1 sampai No. 5, cukup
banyak terdapat dalam Bahasa Bali.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fonologi
yaitu bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bahasa
secara umum. Istilah fonologi berasal dari yunani yang terdiri atas
kata phoneyang berarti bunyi dan logos yang
berarti tatanan, kata, atau ilmu, disebut juga tata bunyi atau ilmu bunyi.
Fonologi terdiri dari 2 bagian yaitu :
Ø Fonetik adalah bagian
fonology yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu
bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia
Ø Fonemik adalah bagian
fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti
Istilah lain yang
berkaitan dengan Fonologi adalah :
a) Fona yaitu
bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti
b) Fonem yaitu
satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Untuk menghasilkan bnyi atau
Fonem ada 3 unsur penting yaitu :
· Udara.
· Articulator
atau bagian alat ucap yang bergerak, dan
· Titik
artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator
c) Konsonan yaitu
bunyi yang pada waktu pembentukannya udara keluar dari paru-paru sebagian
besar atau sepenuhnya mwndapat halangan. Halangan di sini maksudnya
terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi
articulator. Contoh fonem konsonan yaitu : p, b, m, w, n, t, d, s, r, l, c, j,
n,y, k, g, q, h.
d) Vokal yaitu
bunyi-bunyi bahasa yang pada waktu pembentukannya udara keluar dari paru-paru
sedikit atau sama sekali tidak mendapat halangan. Contoh fonem Vokkal adalah i,
e, a, e, u, dan o
Bahasa bali memiliki 5
gugusan yaitu :
v Gugus Konsonan /l/,
contohnya :
Posisi Awal |
Posisi Tengah |
/Plekor/ “peluk” |
/potlot/ “pensil” |
/Tlapak / “telapak” |
/Gablag/ “bunyi benda yang dibanting dengan keras” |
v Gugus Konsonan /r/,
Contohnya :
Posisi Awal |
Posisi Tengah |
/Brag/ “kurus” |
/Sukra/ “Hari Jumat |
/Kruna/ “kata” |
/Lugra/ “ampun” |
v Gugus Konsonan py, by,
dy, ty, gy, ky, Contohnya :
/Krempyang/
“ bunyi piring pecah”
/kebyahkebyah/
“bersinar-sinar”
/dyah/ “nama
sepan wanita”
/bagya/
“bahagia”
/satya/ “setia”
/kyakkyak/
“bunyi anak ayam”
v Gugus Konsonan mp, mb,
nd, nt, nc, qk,qg, Contoh :
/mpak/ “patah”
/mbok/ “kakak
perempuan”
/ndih/ “nyala”
/ntik/ “tumbuh”
/qkah/ “nafas
mulut”
/qgih/ “ya”
v Gugus Konsonan pw, bw,
sw, tw, dw, kw, dw, contohnya :
/pware/ “menyabahkan”
/bwe/ “samar, kabur”
/swe/ “lama”
/twe/ “tua”
/dwi/ “dua, dwi”
/kekwa/ “kura-kura”
/gwa/ “gua
Asimilasi
dibagi men jadi dua yaitu Asimilasi fonetis adalah suatu perwujudan fonem pada
tiap lingkungan karena pengaruh bunyi lain, dan asimilasi fonemis adalah
perubahan suatu fonem karena pengaruh bunyi di lingungannya menjadi fonem lain.
Akibat
proses morfemis, kadang-kadang terjadi perubahanvokal (modifikasi vocal), yang
sering disebut mutasi atau metafoni, atau istilah terkenal dalam bahasa
Jermannya yang lebih menjadi istilah internasional “umlaut”. Umlaut
didefinisikan sebagai perubahan vocal dalam suku kata menjadi lebih tinggi
karena pengaruh vocal atau semi vocal dalam suku kata yang langsung
mengikutinya
Tiap
kata yang berakhir dengan fonem /e,/ bila mendapat sufiks [-ne],
maka /e/ itu akan berubah menjadi /a/. oleh karenanya, dalam penulisan,
gejala netralisasi (sebagai bagian dari gejala asimilasi) dapat dilihat dari
pemakaian arkifonem.
Contoh :
[bape]
[bapAne] “ayahnya”
[abe]
[abAne] “dibawa”
Dengan
kata lain, pembedaan kedudukan fonem /e/ dan /a/, pada posisi akhir
menjadi netral. Gejala ini disebut dengan netralisasi.
Gejala
dissimilasi, adalah kebalikan dari asimilasi. Dissimilasi tidak banyak terdapat
pada dalam bahasa Bali, malah boleh dikatakan sangat jarang. Gejala ini timbul
akibat saling pengaruh antara bunyi yang menimbulkan bunyi-bunyi yang mula-mula
sesuai, menjadi berlainan atau tidak sama
Variasi
bebas dimaksudkan adanya pertukaran dari fonem yang berbeda dalam sebuah kata
tanpa menimbulkan perubahan makna. Gejala variasi bebas ini dalam Bahasa Bali,
tidaklah begitu banyak adanya.
Contoh : /sendok/
dengan /sindok/
“sendok”
Metathesis
adalah pertukaran tempat fonem dalam satu kata. Gejala Metathesis dalam Bahasa
Bali sedikit sekali terdapat. Sementara, hanya dapat diberikan contoh :
/rontal/ menjadi
/lontar/
“ pohon atau daun lontar”
Struktur
fonem dalam Bahaa Bali, dalam persukuannya dapat di rumuskan dengan pola
sebagai berikut : V, VK, KV, KVK, KKV, dan KKVK
DAFTAR
PUSTAKA
Jondra, I Wayan.
1980. Fonologi Bahasa Bali. Jurusan Sastra Jawa Kuna, Fakultas
Sastra, Universitas Udayana Denpasar
0 Komentar